Jurnal Kelas, Kehadiran per Jam, dan Indikator Perilaku Terintegrasi Menguatkan Respons Restoratif dan Akuntabilitas Proses.
Di banyak satuan pendidikan, keputusan pimpinan kerap diambil di tengah keterbatasan informasi yang tersebar di berbagai catatan dan aplikasi. Melalui JUPE—dasbor terintegrasi yang menyatukan Jurnal Kelas, kehadiran per jam pelajaran, serta indikator perilaku—Kepala Madrasah memperoleh satu sumber kebenaran (single source of truth) untuk membaca situasi pembelajaran secara utuh. Informasi tentang keterlibatan belajar, tren ketidakhadiran, hingga rekam pelanggaran–penghargaan tersaji dalam tampilan yang ringkas dan dapat ditelusuri, sehingga kebijakan tidak lagi bertumpu pada asumsi, melainkan pada bukti yang dapat diverifikasi.
Dengan dukungan JUPE, proses pengambilan keputusan menjadi lebih tepat waktu, adil, dan proporsional. Pimpinan dapat memantau ringkasan status kelas dan prioritas kasus, menelusuri tren kehadiran per jam/kelas, serta menguji silang (triangulasi) bukti dari jurnal, kehadiran, dan perilaku sebelum menetapkan tindak lanjut. Alur kerja yang tertata—mulai dari deteksi dini, verifikasi indikator, pemilihan opsi intervensi, hingga pemantauan hasil—mendorong akuntabilitas setiap keputusan. Rasional kebijakan terdokumentasi rapi sesuai SOP dan Decision Playbook, sehingga koordinasi dengan wakil kepala, wali kelas, guru mata pelajaran, hingga guru BK menjadi jelas: siapa melakukan apa, kapan, dan dengan instrumen apa.
Lebih jauh, pendekatan ini membantu Kepala Madrasah menyeimbangkan ketegasan dan pemulihan (restorative). Intervensi tidak semata menghukum, melainkan memperbaiki—melalui kontrak belajar, konseling bertahap, komunikasi orang tua, atau rujukan—berdasarkan akar masalah yang terlihat dari data. Transparansi indikator dan alasan keputusan menumbuhkan persepsi keadilan di kalangan guru, siswa, dan orang tua. Pada level kelembagaan, pola ini terbukti mempercepat respons, menekan pengulangan kasus, dan meningkatkan keterhadiran, sekaligus membangun budaya dialog berbasis data (data talks) yang berorientasi pada pemulihan pembelajaran.
Peneliti: Catur Yoga Meiningdias guru Informatika MAN 9 Jakarta
Jakarta — Tim peneliti MAN 9 Jakarta merilis temuan kualitatif mengenai pemanfaatan JUPE (Jurnal Pembelajaran) sebagai evidence backbone untuk pengambilan keputusan berbasis data (DDDM) di tingkat kelas dan satuan pendidikan. Studi ini menunjukkan bahwa integrasi Jurnal Kelas, kehadiran per jam/per kelas, serta poin pelanggaran–penghargaan mampu mempercepat respons kasus, memperjelas dasar keputusan, dan menggeser pendekatan disiplin dari semata-mata punitif menuju praktik restoratif yang terdokumentasi dan bertahap.
Penelitian menggunakan desain embedded qualitative case study, melibatkan wawancara mendalam, observasi penggunaan dasbor, process tracing episode keputusan, serta penelaahan dokumen. Validitas dijaga melalui triangulasi sumber, member checking, audit trail, dan refleksivitas peneliti. Partisipan mewakili aktor kunci ekosistem sekolah: guru mata pelajaran, wali kelas, guru BK/piket, operator sistem, dan pimpinan.
Mengapa DDDM Penting di Sekolah?
Literatur menegaskan bahwa DDDM efektif bila dipraktikkan sebagai disiplin reflektif—bukan sekadar kepatuhan administratif—yang menautkan bukti dengan keputusan yang dapat ditelusuri, didukung budaya kolaboratif dan literasi data pendidik (Datnow & Park, 2014; Mandinach & Gummer, 2016; Wayman et al., 2012). Temuan di MAN 9 Jakarta memperlihatkan kondisi tersebut: guru memaknai data sebagai sinyal awal untuk membaca keterlibatan belajar dan keterlambatan progres; pimpinan menempatkan data sebagai standar minimum bukti dan basis akuntabilitas keputusan.
Riset: Siapa, Bagaimana, dan Data Apa yang Dipakai?
Tim mewawancarai beragam peran sekolah—antara lain Wakil Kurikulum, Wakil Kesiswaan, Wakil Humas, Wakil Sarpras, guru mata pelajaran (Biologi, Fisika, Kimia, Matematika, PPKN, Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, Al-Qur’an Hadis, Sejarah), serta dua guru BK dan admin JUPE. Data utama yang ditelisik meliputi:
- Jurnal Kelas: catatan pertemuan (tanggal, pertemuan ke-, elemen/CP/TP, metode, catatan harian kelas).
- Kehadiran periodik: tren hadir–terlambat–alpa per jam/per kelas.
- Perilaku: akumulasi poin pelanggaran–penghargaan, kronologi kejadian.
Melalui JUPE, ketiga arus data ini disajikan terpadu sehingga pengguna dapat melakukan triangulasi sebelum menetapkan opsi tindak lanjut.
Temuan 1 — Sensemaking: Dari Data ke Makna Aksi
Guru mapel, wali kelas, BK/piket, operator, dan pimpinan memaknai DDDM sebagai proses membaca sinyal utama (engagement, keterlambatan progres, perubahan perilaku) dan menghubungkannya dengan opsi intervensi yang proporsional. Di kelas, data dipakai untuk mendeteksi dini ketertinggalan dan menyesuaikan tindak lanjut. Di level sekolah, data menjadi landasan governance: standar minimum bukti, pembagian peran yang jelas, serta dokumentasi keputusan yang konsisten. Praktik ini sejalan dengan riset yang menekankan pentingnya sensemaking pendidik dan kualitas artefak data untuk memantik aksi (Datnow & Park, 2014; Wayman et al., 2012).
Temuan 2 — Integrasi & Validasi Bukti
Sebelum keputusan diambil, aktor menimbang tiga sumber secara bersamaan: (1) keterkinian–kualitas Jurnal Kelas, (2) tren kehadiran 2–4 pekan terakhir, dan (3) profil perilaku yang memadukan poin negatif–positif beserta kronologi. Kombinasi ini mengurangi ketergantungan pada satu indikator, mereduksi bias, serta memperkuat persepsi keadilan prosedural karena alasan keputusan ditautkan pada indikator eksplisit (Bertrand & Marsh, 2021; Michaeli et al., 2020). Prinsip human-centered learning analytics—tampilan informasi yang menurunkan beban kognitif—membantu guru mengaitkan sinyal utama dengan opsi intervensi relevan (Khosravi et al., 2021; Wiley et al., 2023).
Temuan 3 — “Episode Keputusan”: Alur dari Input ke Tindak Lanjut
Pelacakan proses pada sejumlah kasus menunjukkan pola relatif ajek: deteksi awal melalui panel prioritas, verifikasi silang indikator sesuai standar minimum bukti, perumusan opsi, penetapan keputusan, pelaksanaan tindak lanjut, dan pemantauan hasil. Kasus dengan triangulasi kuat memperoleh penanganan lebih cepat; sebaliknya, data parsial memerlukan klarifikasi, terutama melalui konfirmasi wali kelas dan komunikasi orang tua. Ukuran ketepatan waktu (median, IQR) serta tingkat penyelesaian memperkuat tesis bahwa integrasi mempercepat akuntabilitas dan responsivitas proses.
Temuan 4 — Keadilan dan Praktik Restoratif
Pendekatan tindak lanjut bergeser ke jalur restoratif yang terdokumentasi dan berjenjang: kontrak belajar, konseling bertahap, konferensi orang tua, hingga rujukan. Intervensi dibedakan berdasarkan akar masalah yang tersingkap dari kombinasi Jurnal Kelas dan data hadir–perilaku. Analisis pra–pasca menunjukkan pergeseran kategori status (mis. needs improvement menuju adequate/good) serta perbaikan indikator kehadiran dan perilaku pada sebagian kasus. Wawancara mengindikasikan meningkatnya persepsi keadilan prosedural ketika standar minimum bukti dan alasan keputusan dikomunikasikan terbuka—sejalan dengan studi bahwa praktik restoratif menekan sanksi eksklusioner dan memperbaiki iklim sekolah (Gregory et al., 2024; Lodi et al., 2021).
Temuan 5 — Pengungkit Perbaikan & Replikasi
Tiga pengungkit konsisten muncul lintas aktor:
- Ambang bukti minimum yang disepakati bersama—disosialisasikan melalui Decision Playbook—mengurangi variabilitas keputusan.
- Literasi data yang dibangun lewat mikro-PD dan forum sensemaking berbasis JUPE mempercepat kemampuan guru membaca tren dan memadankannya dengan opsi proporsional.
- SOP yang jelas menetapkan siapa–mengerjakan apa–kapan–dengan instrumen apa, termasuk standar dokumentasi dan metrik proses. Pada level agregat, indikator kinerja pasca-implementasi menunjukkan arah perbaikan: persentase kehadiran yang lebih tinggi, jumlah kasus prioritas yang menurun, waktu respons median yang lebih singkat, dan kekambuhan kasus yang lebih rendah setelah beberapa siklus pemantauan. Desain dasbor yang berpusat pada pengguna dan playbook yang konkret mendukung fidelitas implementasi (Kovanović et al., 2021; Wiley et al., 2023).
Konsistensi, Akuntabilitas, dan Gesekan Kontekstual
Kepatuhan entri mengalami peningkatan, meski kendala periodik muncul pada puncak beban mengajar dan transisi awal semester. Upaya mitigasi meliputi pengingat terjadwal, quick check harian oleh wali/koordinator melalui panel ringkas, serta health check mingguan oleh operator untuk mendeteksi entri hilang dan anomali tren. Kerangka monitoring yang diposisikan sebagai dukungan alih-alih pengawasan berkorelasi dengan konsistensi yang lebih baik—sejalan dengan literatur tentang peran budaya kolaboratif dan kejelasan alat (Wayman et al., 2012; Michaeli et al., 2020). Pada ranah akuntabilitas, pengodean standar rasional keputusan memudahkan cross-check antartim dan audit internal.
Apa Artinya bagi Ekosistem Madrasah?
Secara keseluruhan, JUPE bekerja sebagai tulang punggung bukti terintegrasi yang menghubungkan catatan instruksional, kehadiran periodik, dan indikator perilaku ke dalam arsitektur keputusan yang transparan, terdokumentasi, dan edukatif. Hasil studi menegaskan bahwa keberhasilan DDDM kurang ditentukan oleh kelimpahan data, dan lebih oleh kemampuan aktor menafsirkan bukti secara kolaboratif, menimbang opsi secara adil, dan mengeksekusi tindak lanjut yang konsisten dalam koridor SOP dan prinsip restoratif (Datnow & Park, 2014; Mandinach & Gummer, 2016; Gregory et al., 2024; Wiley et al., 2023).
Model operasional serta Decision Playbook yang dikembangkan tidak hanya menjawab kebutuhan internal MAN 9 Jakarta, tetapi juga layak direplikasi pada konteks madrasah lain yang memprioritaskan transparansi, akuntabilitas, dan komitmen berkelanjutan terhadap pertumbuhan peserta didik. Bagi pemangku kebijakan, pelajaran kunci meliputi: tetapkan standar minimum bukti, sederhanakan tampilan analitik bagi guru, bangun literasi data yang kontekstual, dan pastikan jalur tindak lanjut restoratif yang terdokumentasi—agar “data” sungguh menjadi pemantik percakapan data yang berujung pada pemulihan dan pembelajaran, bukan sekadar kepatuhan administrasi.
Daftar Pustaka
Bertrand, M., & Marsh, J. (2021). How data-driven reform can drive deficit thinking. Phi Delta Kappan, 102(8), 35–39. https://doi.org/10.1177/00317217211013936
Gregory, A., Huang, F., & Ward-Seidel, A. (2024). Adolescent exposure to restorative practices and their perceptions of support, structure, and bullying in the school climate. AERA Open, 10. https://doi.org/10.1177/23328584241288525
Khosravi, H., Shabaninejad, S., Bakharia, A., Sadiq, S., Indulska, M., & GaÅ¡ević, D. (2021). Intelligent learning analytics dashboards: Automated drill-down recommendations to support teacher data exploration. Journal of Learning Analytics, 8(3), 133–154. https://doi.org/10.18608/jla.2021.7279
Kovanović, V., Mazziotti, C., & Lodge, J. (2021). Learning analytics for primary and secondary schools. Journal of Learning Analytics, 8(2), 1–5. https://doi.org/10.18608/jla.2021.7543
Lodi, E., Perrella, L., Lepri, G., Scarpa, M., & Patrizi, P. (2021). Use of restorative justice and restorative practices at school: A systematic literature review. International Journal of Environmental Research and Public Health, 19(1), 96. https://doi.org/10.3390/ijerph19010096
Michaeli, S., Kroparo, D., & Hershkovitz, A. (2020). Teachers’ use of education dashboards and professional growth. The International Review of Research in Open and Distributed Learning, 21(4), 61–78. https://doi.org/10.19173/irrodl.v21i4.4663
Wiley, K., Dimitriadis, Y., & Linn, M. (2023). A human-centred learning analytics approach for developing contextually scalable K-12 teacher dashboards. British Journal of Educational Technology, 55(3), 845–885. https://doi.org/10.1111/bjet.13383
Curran, F., Carlo, S., & Harris-Walls, K. (2024). Making the data visible: A systematic review of systems-level data dashboards for leadership and policy in education. Review of Educational Research. https://doi.org/10.3102/00346543241288249
Ramaswami, G., SuÅ¡njak, T., & Mathrani, A. (2023). Effectiveness of a learning analytics dashboard for increasing student engagement levels. Journal of Learning Analytics, 10(3), 115–134. https://doi.org/10.18608/jla.2023.7935
Wang, H., Huang, T., Zhao, Y., & Hu, S. (2023). The impact of dashboard feedback type on learning effectiveness, focusing on learner differences. Sustainability, 15(5), 4474. https://doi.org/10.3390/su15054474
Polley, N., & Mills, R. (2022). Making learning styles and destinations visible: Using dashboards to support secondary education. CJER, 2(1), 81–103. https://doi.org/10.62037/cjer.2022.02.01.05
Masiello, I., Mohseni, Z., Palma, F., Nordmark, S., Augustsson, H., & Rundquist, R. (2024). A current overview of the use of learning analytics dashboards. Education Sciences, 14(1), 82. https://doi.org/10.3390/educsci14010082
